Jumat, 13 April 2012
Wishnutama ...
23.00 WIB, Tengah malam di tahun 2007.
Di kamar kos yang sempit, ketukan pintu membuyarkan lamunan sesaat. Saya intip jendela, rupanya teman sekamar saya Putri yang mengetuk. Tak lama ia masuk dan segera saya tangkap kelelahan yang teramat sangat di wajahnya.
“ Capek aku, Mil. Gila tugasnya banyak banget hari ini terus ini masih ada tugas yang harus selesai besok pagi”
“ Suruh ngapain, Put?”
“ Itu suruh koreksi dan kasih masukan kelebihan dan kekurangan program produksi di Transtv. Ya mana aku tahu?”, Putri lalu menghela nafas panjang.
“ Ya wes, ndhang kerja’ no..” (ya sudah cepat kerjakan).
Sejenak Putri diam, suaranya kemudian terisak, “.... Aku nggak betah di Trans. Ini mau cari kerja tapi kok diperlakukan kaya gini. Masa kalau nggak bener ada yang disuruh push up, tadi ada yang disuruh lari keliling air mancur di halaman Transtv “.
“Siapa yang nyuruh Put?” tanya saya agak terkejut.
“ Ada tadi.. Pak Tama”.
Saya tahu orang yang dimaksud adalah Wishnutama, Direktur Operasional Transtv. Tak lama suara Putri tercekat, ia menangis..
Putri adalah teman seangkatan saya di kampus saat kami kuliah di Surabaya. Kami sama-sama bekerja di Transtv, bedanya saya masuk saat tahun 2005 ketika saya masih di bangku kuliah sementara Putri masuk angkatan 2007 saat ia baru lulus. Demi mengirit pengeluaran lalu kami memutuskan untuk kos sekamar dan hidup dengan berhemat maksimal. Untuk anak yang baru masuk di Transtv mayoritas harus mengikuti Broadcast Development Program atau yang sering kami sebut BDP. Saya BDP 5 dan Putri masuk BDP angkatan 7. Sekitar enam bulan kami dibekali ilmu tentang dunia pertelevisian dan juga tugas yang menumpuk dalam pengawasan disiplin tinggi. Salah satu potret yang bisa ditangkap adalah apa yang dialami Putri barusan. Di sini kami yang tidak saling mengenal, beda usia, beda daerah, beda keyakinan, beda disiplin ilmu dilebur menjadi satu kesatuan keluarga satu angkatan. Tidak ada yang lebih pintar, tidak ada pula yang lebih bodoh, semuanya sama.
Saya masuk divisi news dan Putri masuk divisi Produksi. Di divisi Produksi pengawasan langsung dipantau oleh Pak Wishnutama. Namanya adalah salah nama yang legendaris di gedung Tendean. Namanya bersanding sejajar dengan nama Ishadi SK, Direktur Utama Transtv dan Chairul Tanjung, sang owner. Wishnutama, pemimpin yang masih muda dan di anak-anak baru ia juga tersohor karena menerapkan sistem disiplin bak militer. Saat itu hanya itu saja yang saya tahu..
Selama enam bulan mengikuti BDP 5 di Jakarta saya kemudian ditugaskan ke Surabaya untuk menjadi reporter di sana sembari saya diberi kesempatan melanjutkan kuliah. Tahun 2007 setelah lulus, saya ke Jakarta lagi bertugas di Transtv Jakarta. Belakangan saya baru tahu bahwa seseorang yang memerintahkan saya kembali bertugas ke Transtv Jakarta adalah Wishnutama..
*
Desember 2007 saya diberi tugas untuk menjadi salah satu pendukung acara ulang tahun Transtv di JCC. Sehari sebelum acara utama digelar seluruh pendukung acara diharuskan untuk mengikuti gladi resik di lokasi. Tim produksi sudah nyaris sempurna membangun panggung, lighting beberapa kali dicoba dan dikoreksi kembali, audio dites berulang-ulang dan semuanya dikendalikan dari ruangan kecil di bagian atas tempat duduk penonton yang biasa disebut sebagai ruang FOH atau Front of House. Dari atas panggung sepintas saya bisa melihat beberapa kawan dari divisi produksi bekerja di sana dan salah satu dari mereka adalah Wishnutama. Sang direktur operasional tak hanya menginspeksi, ia ambil bagian untuk menangani persiapan acara. Dengan sigap ia pegang kendali, memberi instruksi dan mengkoreksi flow rundown. Dalam hati saya bertanya kenapa harus Pak Tama yang turun langsung?
*
Kenapa saya sekarang menulis tentang Pak Tama? Saya rasa tak banyak momen seperti yang terjadi di April 2012 ketika timbul rasa kehilangan teramat besar saat Pak Tama menyampaikan kabar pengunduran dirinya dari Transcorp. Kabar yang cukup mengejutkan karena sosok Wishnutama seakan takkan bisa terpisahkan dengan perusahaan yang menaungi dua televisi TransTv dan Trans 7. Beberapa tahun berlalu sejak tahun 2007, Pak Tama saat ini mundur di puncak kariernya ketika menduduki jabatan sebagai Direktur Utama Trans Tv dan Direktur Trans 7. Tentu muncul pertanyaan mengapa ia pergi dan kemana ia akan melangkah dengan nama besarnya. Berbagai spekulasi muncul dari beberapa “pengamat dadakan” sesama kawan yang bekerja di televisi tentang Pak Tama. Mereka meramalkan Pak Tama akan ke tv ini, tv itu, bikin tv sendiri, bisnis ini dan itu bla..bla..bla.. Hebohnya kepergian Pak Tama bahkan tak hanya di lingkungan Transcorp namun juga di tv tetangga, seperti TvOne tempat saya bekerja. Beberapa orang memperbincangkannya. Entah apakah di beberapa tv lain juga sama. Saya sendiri tak terlalu tertarik dengan itu namun justru pada cerita lain tentang bagaimana besarnya rasa kehilangan sosok pemimpin di Transcorp. Mengapa harus ada kehilangan seorang Wishnutama? Apa yang istimewa darinya?
Selama saya bekerja di tiga televisi yang berbeda cerita tentang datang dan perginya atasan bukanlah hal baru. Namun yang berbeda adalah apakah kedatangan dan kepergiannya meninggalkan kesan (yang baik) atau tidak. Nyatanya berdasarkan ingatan, hanya sedikit nama yang mampu membekas selebihnya mereka berlalu seperti daun yang dihembus angin. Sedikit yang meninggalkan kesan dan menyisakan kehilangan. Ada pemimpin atau atasan saya yang ketika pergi, saya merasakan kehilangan dan jalan terasa pincang. Ada pemimpin yang saat ia pergi pun rasanya sama saja. Bahkan ada pula yang saat hilang justru “disyukuri” karena selama ini justru menjadi beban. Wishnutama pamit. Kepergiannya tak hanya menimbulkan pertanyaan mengapa dan kemana namun sesuatu yang lebih besar.
Saya dibesarkan di divisi news Transtv (2005-2008). Saya tak banyak berhubungan langsung dengan Wishnutama selama saya bertugas di sana jika dibandingkan dengan kawan-kawan produksi atau teman yang lebih lama bertugas di Tendean. Kendati begitu tiga tahun adalah waktu yang sangat cukup belajar mengenal budaya loyalitas tinggi, perfeksionis, disipilin, respek, kerjasama, kompetisi, hormat pada senior dan solidaritas. Kami sangat anti dengan kesalahan sekecil apapun karena layar kami adalah sempurna. Kami mungkin sesekali mengeluh namun untuk urusan layar kami melakukan segalanya yang terbaik. Pekerjaan bukan hanya ladang penghidupan namun juga tempat untuk menunjukkan seberapa hebat kami berkarya. Semuanya terbentuk tidak dalam waktu instan melainkan berproses dari waktu ke waktu dalam lingkungan kerja. Maka jika dirunut ke belakang saya akhirnya menyadari sistem itulah yang digariskan oleh senior terdahulu para pendiri Trans saat pertama kali terbentuknya Transtv dan berlanjut hingga sekarang. Dan di dalamnya ada otak seorang Wishnutama sebagai salah satu pendiri Transcorp.
Lalu saya kenang kembali memori 2007 tentang push up dan juga seorang Wishnutama di ruang FOH saat di JCC. Itu contoh kecil itu saya renungkan kembali dan akhirnya saya bisa dapat pelajaran besar dari sana. Bahwa kedisiplinan, perfeksionis, mau kerja keras adalah bekal mutlak ketika kita bekerja terutama dalam industri televise. Karya anda disaksikan jutaan orang dan bukan hanya proses bekerja antara anda, teman-teman anda serta atasan. Pak Tama mungkin orang yang mudah marah ketika pekerjaan tidak beres dan mengalami kendala, namun ia tak berhenti di taraf marah. Ia juga mampu memberikan solusi karena ia tahu masalah sebenarnya. Kenapa ia tahu masalah? Karena memang ia memulainya tahap demi tahap sehingga pantang untuk ’diakali’. Pak Tama sedikit contoh dari atasan yang mau turun pangkat mengambil alih pekerjaan yang seharusnya bisa ia delegasikan ke anak buah demi sebuah keberhasilan dan kesempurnaan.
Kehilangan Pak Tama mungkin bukan hanya pada sosoknya namun pada pelajaran dan juga ilmu yang ia bagi pada seluruh anak buahnya. Bukan hanya teori namun juga ia lakukan sendiri..
Good luck,Boss!! Sebuah kebanggan pernah bekerja dengan anda..
[[end]]
Langganan:
Postingan (Atom)